Friday, February 17, 2017



TIGA KERAJAAN BESAR ISLAM[1]

A. Latar Belakang Masalah
Dalam sejarah, peradaban mengalami kemajuan dan kemunduran. Layaknya sebuah roda yang selalu berputar, kadang berada di atas dan kadang berada di bawah. Begitu juga dengan peradaban tiga kerajaan Islam, yaitu kerajaan Utsmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia dan Kerajaan Mughal di India. Kejatuhan Khalifah Abbasiyyah yang berpusat di Bagdad akibat serangan kerajaan Mongol pada tahun 1258 M merupakan titik awal kemunduran peradaban Islam. Wilayah kekuasaan Islam tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang sama lain saling memerangi. Tidak hanya itu, banyak peninggalan budaya dan peradaban Islam yang hancur, bahkan Timur Lenk menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.[2]
Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah berkembangnya tiga kerajaan besar pada abad pertengahan yaitu kerajaan Utsmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Kerajaan Mughal merupakan kerajaan termuda dari ketiga kerajaan tersebut. Berdiri seperempat setelah berdirinya kerajaan safawi di Persia. Kerajaan Utsmani merupakan imperium terbesar diantara kerajaan lain. Menariknya, walaupun pada masa yang sama, ketiganya berada dalam kondisi sosio ekonomi yang berbeda, sehingga memberi pengaruh warisan intelektual yang berbeda bagi dunia Islam kini.
Munculnya tiga kerajaan Islam ini banyak memberi konstribusi dalam peradaban Islam. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis ingin menguraikan peradaban tiga kerajaan Islam pada periode pertengahan.



B. Rumusan Masalah
            Dari latar belakang masalah di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1.    Bagaimana peradaban Islam pada masa kerajaan Turki Utsmani?
2.    Bagaimana peradaban Islam pada masa kerajaan Safawi di Persia?
3.    Bagaimana peradaban Islam pada masa kerajaan Mughal di India?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah yaitu:
1.    Untuk mengetahui peradaban Islam pada masa kerajaan Turki Utsmani.
2.    Untuk mengetahui peradaban Islam pada masa kerajaan Safawi di Persia.
3.    Untuk mengetahui peradaban Islam pada masa kerajaan Mughal di India.





BAB II
PEMBAHASAN

A. Kerajaan Utsmani di Turki
1. Asal Mula Kerajaan Utsmani
Bangsa Turki berasal dari Asia Tengah yaitu dari Suku Kayi. Pada abad ke-II mereka menetap di Akhlat (Iran Utara), kemudian berpindah ke Anotalia (Asia kecil) dibawah kekuasaan Saljuk Konya yang dipimpin oleh Alaudin Kay Qubadh (1219-1237 M). Saat Alaudin hampir kalah dalam peperangan melawan pasukan Bizantium, pasukan Turki langsung mengabdikan diri pada pasukan Alaudin dan berhasil mengalahkan pasukan Bizantium. Karena jasanya Alaudin memberi hak kepada pasukan Turki untuk mendiami daerah Sugyat. Tahun 1300 Alaudin wafat, bangsa Turki mendeklarasikan berdirinya kerajaan Utsmani dengan Utsman I sebagai rajanya, dengan gelar Padisah Alu Utsman (Raja Keluarga Utsman).[3]

2. Perkembangan Peradaban Kerajaan Utsmani di Turki
Kerajaan Utsmani di Turki merupakan salah satu kerajaan Islam yang bertahan cukup lama.  Seiring berjalanya waktu, kerajaan Utsmani telah mampu mengembangkan peradaban dalam berbagai bidang, diantaranya bidang kemiliteran, bidang pembangunan dan arsitektur, bidang ilmu pengetahuan, bidang agama dan bidang pemerintahan.
a. Perkembangan dalam bidang militer.
Kerajaan Turki Utsmani telah mampu menciptakan pasukan militer yang mengubah negera Turki Utsmani menjadi mesin perang yang paling tangguh dan memberikan dorongan yang besar dalam menaklukkan negeri-negeri non muslim.[4] Faktor utama yang mendorong kemajuan dilapangan militer ini adalah watak bangsa Turki sendiri yang bersifat militer, disiplin dan patuh pada peraturan. Orkhan adalah raja Turki yang melakukan perombakan besar-besaran dalam bidang militer.
Orkhan tidak hanya melakukan mutasi terhadap personil-personil pimpinan, tetapi juga melakukan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut Jenissery  atau Inkisariya.
Disamping Jenissery, ada lagi prajurit dari tentara feodal yang dikirim kepada pemerintah pusat. Pasukan ini dikenal dengan pasukan Thaujiah. Angkatan laut yang memiliki peranan besar dalam perjalanan ekspansi juga di benahi, sehingga pada abad ke-16 angkatan laut Turki Utsmani mencapai puncak kejayaannya.[5]
b. Perkembangan dalam Bidang Pembangunan
Kerajaan Turki Utsmani mempunyai gaya arsitektur tersendiri yang dikenal dengan gaya Utsmani. Gaya ini muncul ketika kerajaan Utsmani dapat mengalahkan kerajaan Byzantium. Pertemuan arsitektur Byzantium dan Turki Utsmani telah melahirkan gaya yang baru. Perwujudannya dalam bentuk Qubah setengah lingkaran dengan pilar-pilar yang besar sebagaimana terlihat pada Mesjid Istiqlal di Indonesia.
Sejak itu bermuncullah Mesjid baru dengan gaya Utsmani. Mesjid termegah adalah Mesjid Aya Sophia. Mesjid Aya Sophia asalnya adalah gereja Aya Sophia. Ada juga mesjid Al-Muhammadi atau Mesjid Jami’ Sultan Muhammad Al-Fatih dan Mesjid Abi Ayyub Al-Ansari. Sultan Sulaiman pada masanya mendirikan Mesjid Sulaiman yang tidak kalahnya dengan Mesjid Aya Sophia. Selain itu ia juga mendirikan 52 mesjid yang lebih kecil, 55 Madrasah tempat mempelajari agama, 7 buah asrama besar untuk mempelajari Al-Quran, 5 buah taqiyah tempat memberi makan fakir miskin, 5 buah rumah sakit, 7 buah musalla, 33 buah istana, 18 buah rumah tempat persinggahan, 5 buah meseum. Semuanya mempergunakan arsitektur style Usmaniyah dengan pengaruh seorang ahli bangunan Turki yang terkenal, Sinan Pasha. Ia juga ahli Khot (menulis tulisan indah) yang menghiasi mesjid-mesjid dan seorang penulis prosa yang penting.[6]
c. Perkembangan dalam Bidang Ilmu Pengetahuan
Turki Utsmani merupakan bangsa yang berdarah militer, sehingga perhatiannya lebih dalam bidang militer. Sementara dalam perkembangan ilmu pengetahuan kerajaan Utsmani kurang menonjol. Walaupun demikian ada juga hal-hal yang dicapai dari aspek ilmu pengetahuan, di antaranya: Munculnya tiga buah surat kabar, yaitu: berita harian Takvini Veka (1831 M), Jurnal Tasviri Efkyar (1862 M), dan jurnal Terjumani Aval (1860 M). Selanjutnya terjadi transpormasi pendidikan, dengan mendirikan sekolah-sekolah dasar, menengah (1861 M), dan perguruan tinggi (1869 M) dengan mendirikan fakultas kedokteran dan fakultas hukum. Di samping itu juga mengirimkan para pelajar yang berprestasi ke Prancis untuk melanjutkan studinya.[7]
Selain itu muncul juga para sastrawan seperti Ibrahim Shinasi, pendiri surat kabar Tasviri Ekfyar. Diantara karya yang dihasilkannya adala The Poets Wedding (komedi). Penggikutnya Namik Kemal menghasilkan karya Fatherland atau Silistria. Ada juga Ahmad Midhat dengan karya Entertaining Tales  dan Mehmed Taufiq dengan karya Year in Istambul.[8]
Sedangkan dari para ilmuan muncul Yusuf Nabi (1642-1712 M). Ia merupakan juru tulis bagi Mushahif Mustafa, yang menbawa pengaruh Persia ke dalam istana. Yusuf Nabi menunjukkan pengetahuan yang  luar biasa dalam puisinya, yang menyentuh hampir semua persoalan (agama, filsafat,roman, cinta, anggur dan mistisme). Ia juga membahas biografi, sejarah, bentuk prosa dan rekaman perjalanan.[9]
Haji Kholifa, nama lengkapnya Mustafa Ibnu Abdullah wafat tahun 1068 H/1658 M, seorang yang berpengetahuan luas, prajurit yang berani dan pengarang yang lengkap. Kitab karangannya banyak mengenai sejarah, ilmu bumi, sejarah hidup, dan soal-soal lainnya. Diantaranya: Kasyfu al-Dzunnu, kamus yang memuat kira-kira 14.500 buah nama kitab dalam bahasa Arab yang disusun menurut abjad. Taqwimu al-Tawarikh, Tuhfatu al-Kibar Fi Asfari al-Bihar, tentang armada daulah utsmaniyah, Mizan al-Haq Fi Ikhtiyari al-Ahaq tentang tasawuf.
Daud Inthaqy, nama lengkapnya Daud Ibn Umar al-Inthaqy al-Dharif wafat 1008 H/1598 M, dokter yang terkenal pada zamannya, seorang pengarang ilmu dibidangnya. Diantara karangannya: Tadzkirah Ulil Albab wa al-Jumu’u lil-Ujbi al-Ujab, tentang ilmu kedokteran sebanyak tiga jilid. An-Nuzhatul al-Mubhiyah Fi Tasyhizil Azhan wa Ta’dili al-Amzijah,  juga tentang ilmu kedokteran.[10]
d. Perkembangan dalam Bidang Agama
Pada masa kerajaan Utsmani, agama memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial politik. Fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Mufti sebagai pejabat urusan agama tertinggi berwenang memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan. Tanpa legistimasi Mufti, keputusan hukum kerajaan tidak bisa berjalan.
Pada masa ini tarekat berkembang sangat pesat. Tarekat Bektasyi, al-Maulawiy  dan Naqsabandiyah merupakan tiga ajaran tarekat yang paling besar. Tarekat Bektasyi dibawa oleh Ahmad Yasawi (w. 1169), merupakan tarekat yang sangat berpengaruh terhadap tentara Jenissery.
Tarekat al-Maulawiy dibawa ole Jalaluddin Rumi (w. 1273 M), ia memperkenalkan Sama’ yaitu sebuah tarian untuk mendekatkan diri dengan zikir tertentu. Tarekat ini berpengaruh besar dikalangan penguasa sebagai imbangan dari kelompok Jenissery Bektasyi. Adapun tarekat Naqsabandiyah dibawa oleh Baha-ud-Din Naqshaband, tarekat ini memperkenalkan zikir Khafi (diam/tidak bersuara) dan masih berkembang sampai saat ini.[11]


e. Perkembangan dalam Bidang Pemerintahan
Dalam bidang pemerintahan, sultan adalah penguasa tertinggi baik dalam bidang agama, politik, pemerintahan bahkan sampai masalah perekonomian. Orang kedua yang berkuasa adalah wazir. Ia adalah ketua penesehat kesultanan yang membawahi semua wazir dan amir. Di setiap daerah terdapat qadi yang merupakan pimpinan agama di daerah tersebut yang mempunyai kekuasaan untuk menjalankan hukum pidana dan perdata menurut syariat Islam berdasarkan al-Qur’an dan Hadits.
Pada masa sultan Selim I dibentuk Majelis  Syaikhu al-Islami (Mufti) yang berkedudukan di Istambul. Tugas utamanya memberikan fatwa dalam semua permasalahan keagamaan, termasuk keputusan perang sesama muslim. Ia juga diberi hak untuk melantik pegawai-pegawai istana di ibu kota Istambul.[12]
Multaqa al-Abhur adalah kitab undang-undang (qanun) yang disusun pada masa sultan Sulaiman I. dalam kitab tersebut berisi tatacara dalam mengatur urusan pemerintahan negara. Kitab ini menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Utsmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19.[13]

3. Kemunduran Kerajaan Utsmani di Turki
Sejak wafatnya Sulaiman Al-Qanuni, kemunduran kerajaan Utsmani sudah mulai terlihat. Perebutan kekuasaan diantara anak keturunan Sultan telah mengakibatkan kekacauan dalam kerajaan. Selain itu penganti Sulaiman sebagian besar adalah orang yang lemah dengan kepribadian yang buruk. Kelompok tarekat Bektasyi yang pernah Berjaya sebagai pasukan yang diandalkan oleh beberapa sultan juga dibubarkan sehingga pertahanan kerajaan Utsmani mulai melemah.[14]
Dengan kelemahan pemerintah yang demikian satu demi satu Negara-negara jajahan Utsmani mulai memberontak dan melepaskan diri dari Kerajaan Utsmani. Kekalahan demi kekalahan melanda  kerajaan Utsmani, sehingga pada peperangan melawan Hungari kerajaan Utsmani mengalami kekalahan telak yang berakhir dengan perjanjian Carlowitz pada tahun 1702 M. dalam perjanjian ini kerajaan Utsmani kehilangan beberapa daerah jajahannya di Eropa, seperti Podolia, Azof, Albania dan Hungaria. Tahun 1717 M kembali kerajaan Utsmani mengalami kekalahan besar dari Austria, sehingga pada tahun 1718 diadakan perjanjian di Passarowitch yang menyatakan seluruh Hungoria merdeka penuh. Tahun 1787 dan 1788 kerajaan Utsmani menyerang Rusia yang menyebabkan perubahan batas wilayah yang merugikan Turki.[15]
Pada tahun-tahun berikutnya kerajaan Utsmani telah kehilangan seluruh daerah jajahannya di Semenanjung Balkan, yang dapat dipertahankan hanya Istambul sebagai ibu kota kerajaan dan Anatolia sebagai daerah yang telah dianggap sebagai tanah tumpah darah orang-orang Turki. Pada tahun 1918 Istambul diduduki Inggris akibat kekalahan dalam Perang Dunia I. Tanggal 1 November 1992 Mustafa Kemal mengajukan rencangan undang-undang penghapusan kesultanan kepada Majelis Nasional, sehingga kesultanan dihapuskan. Akibatnya kerajaan Utsmani hanya menjadi sebuah kekhalifahan. Mustafa Kamal melihat khalifah tidak bisa meninggalkan fungsinya sebagai sultan dan tetap bertindak sebagai sultan. Tahun 1924 Majlis Nasional menghapus keseluruhannya, kesultanan dan kekhalifaan, dan menggantikannya dengan Republik Turki Sekuler. Tamatlah Kekhalifahan Utsmani di Turki.[16]

B. Kerajaan Safawi di Persia
            1. Asal Mula Kerajaan Safawi di Persia
Kerajaan safawi memerintah tahun 1501-1722. Awalnya kerajaan safawi adalah sebuah gerakan Tarekat Safawiyah yang dipimpin oleh Safi al-Din Ishak Ardabily (1252-1334). Dalam dekade 1301-1447 M gerakan safawi bercorak murni keagamaan dengan tarekat sawafiyah sebagai sarananya. Dalam dekade 1441-1501 M safawi memasuki tahap gerakan politik di bawah pimpinan Junaid Ibnu Ali. Akibatnya safawi terlibat konflik dengan kekuatan politik yang ada di Persia pada waktu itu. Contonya konflik politik dengan kerajaan-kerajaan ak-Koyonlo (domba hitam) dan kerjaan-kerajaan ak-Koyonlo (domba putih) yang bermazab sunni dibawah kekuasaan imperium Utsamani. Karena kegiaatan politiknya junaid mendapat tekanan dari dari kerajaan kora Koyonlo, sehingga ia terpaksa meminta suaka politik dari raja ak-Koyonlo.
Dalam dekade pengasingannya safawi mengadakan aliansi politik dengan raja ak-Koyonlo, uzun Hasan. Tahun 1459 M, Junaid mencoba merebut Ardabil tapi gagal. Kemudian pada tahun 1460 M, junaid mencoba merebut Sircassia, tatapi pasukannya dihadang ole tentera syirwan dan ia terbunuh dalam pertempuran tersebut.[17]
Anaknya Haidar resmi mengantikannya pada tahun 1470 M. Haidar kawin dengan cucu Uzun Hasan dan lahirlah Ismail yang kemudian menjadi pendiri kerajaan safawi di Persia dengan syiah sebagai mazhab kerajaan.

2. Perkembangan Peradaban Kerajaan Safawi di Persia
Dalam periode pemerintahannya, kerajaan safawi berhasil membangun peradaban yang gemilang. Hal ini bisa dilihat dari kemajuan yang dicapai kerajaan safawi, seperti kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, pembangunan dan arsitektur.
a. Perkembangan dalam bidang ekonomi
Pada masa Syah Abbas, kerajaan Safawi mampu membangun pusat perdagangan internasional yang strategis setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan mengubah pelabuhan Gurmun menjadi Bandar Abbas, sehingga menjadi sumber devisa yang besar. Bandar Abbas merupakan jalur dagang antar Timur dan Barat, yang diperebutkan oleh Belanda inggris dan Perancis.
Selain disektor perdagangan, sektor pertanian juga mengalami kemajuan. Terutama didaerah Bulan Sabit Subur (Fortile Crescent).[18] Wilayah ini merupakan wilayah subur yang cocok untuk pertanian.

b. Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan.
Dalam bidang keilmuan, kerajaan safawi dianggap lebih berhasil dibandingkan kerajaan Mughal dan Turki Utsmani. Baha al-Syaerazi (generalis ilmu pengetahuan), Sadar al-Din al-Syaerazi (filosof), dan Muammad Bagir ibn Muhammad Damad (filosof, sejarawan, dan teolog) adalah ilmuwan yang hidup pada masa kerajaan safawi. [19]
Menurut Hudgso, sebagaimana dikutip oleh Arbiyah Lubis dalam bukunya “Islam di Abad Pertengahan,” pada masa itu berkembang dua aliran filsafat yaitu filsafat “Peripatetich” sebagaimana dikemukakan oleh Aristoteles dan al-Farabi, dan filsafat “Israqi” yang dibawa oleh Suhrawardi,.[20]
c. Perkembangan dibidang Pembagunan dan Seni Arsitektur
Kemajuan seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan mengah. Isfahan, ibukota Safawi merupakan salah satu kota terindah pada masa pemerintahan Abbas. Di kota tersebut berdiri bangunan-bangunan besar lagi indah, seperti sekolah, rumah sakit, maupun mesjid. Salah satu mesjid yang terkenal adalah Mesjid Syah.
Selain itu kota Isfahan juga diperindah dengan taman-taman wisata yang ditata secara apik. Ketika Abbas wafat, di Isfahan terdapat 162 mesjid, 48 akademi, 1802 penginapan/losmen untuk penginapan kafilah, dan 273 pemandian umum. Abbas juga membagun sebuah istana yang megah di Isfahan yang dikenal dengan “Chihil Sutun” atau Istana 40 tiang.[21] Di atas sungai Zende Rud Abbas membangun jembatan besar dan mempersiapkan taman bunga empat penjuru (four gardens).[22]

3. Kemunduran Kerajaan Safawi di Persia
Dalam buku Islam di Abad Pertengahan, Arbiyah Lubis menjelaskan, ada beberapa faktor yang mempercepat keruntuhan kerajaan Safawi di Persia, diantaranya:
a. sistem pergantian Syah yang tidak konsisten. Sebagai suatu dinasti, biasanya pergantian Syah diturunkan kepada anak atau saudara. Dalam sejarah kerajaan Safawi, banyak Syah yang membinasakan keluarganya, termasuk anak sendiri karena dianggap membahayakan tahtanya. Abbas Yang Angung termasuk raja yang membunuh anaknya. Anaknya yang Sulung dicurigai mengadakan pemberontakan karena ia dekat dengan rakyat. Tidak hanya itu, Abbas juga memenjarakan ayah dan dua orang saudaranya di Alamut.
b. Pertualangan pemerintahan yang oportunis dari golongan Qizilbash, Ghulam maupun Ulama. Pada saat-saat tertentu mereka mendapat kesempatan menetukan roda pemerintahan di bawah Syah-Syah yang lemah. Tapi mereka mempergunakannya secara sewenang-wenang. Akibatnya timbullah permusuhan antar golongan dalam kerajaan, sehingga kerajaan jadi melemah. Contohnya, pemerintahan para ulama Syi’ah yang berlaku kejam pada masa pemerintahan Syah Husayn. Sehingga bangkitnya golongan Sunni yang membangkang terhadap kerajaan Safawi.
3. Menurunya loyalitas pendukung kerajaan Safawi. Setelah Syah Ismail mangkat, loyalitas Qizilbash menurun kepada kerajaan Safawi dan bergeser kepada suku masing-masing. Loyalitas Ghulam yang dibina oleh Syah Abbas juga bergeser kepada asal-usul mereka, Georgian setelah Syah Abbas I mangkat.
4. Munculnya kerajaan yang tingkat ashabiahnya sangat tinggi seperti bangsa Afghan yang berusaha menghancurkan kerajaan Safawi. Maka kerajaan Safawi tidak dipertahankan lagi, karena para pendukungnya telah melorot ashabiahnya.[23]
Adapun sebab langsung kehancuran kerajaan Safawi adalah penyerbuan bangsa Afghan terhadap ibu kota Isfahan pada tanggal 1 Muharram 1835 / 12 Oktober 1722 M, sehingga Syah Husayn terpaksa menyatakan menyerah kepada Mir Mahmud. Setegah bulan sesudahnya, Mir Mahmud memasuki ibu kota Isfahan dengan penuh kemenangan sekaligus menerima mahkota kerajaan Safawi dari Syah Husayn. Dengan peristiwa ini, tamatlah kerajaan Safawi. Meskipun sesudah itu masih ada usaha Tahmasap putera Syah Husayn untuk mempertahan mahkota kerajaan Safawi di Qizwen dan di Ardabil, namun usaha tersebut dapat dihancurkan oleh tentara Afghan.[24]



C. Kerajaan Mughal di India
1. Asal Mula Kerajaan Mughal di India
Kerajaan mughal didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530 M), salah satu cucu Timur Lenk. Kerajaan ini berdiri setelah seperempat abad berdirinya kerajaan safawi di Persia. Mughal bukanlah kerajaan Islam yang pertama di India. Raja Kadangalur, Cheraman Perumal memeluk agama Islam dan menganti namanya menjadi Tajuddin, ia sempat bertemu dengan Nabi Saw.[25]
Babur meninggal pada tahun 1530 M, digantikan oleh anaknya Humayun (1530-1556 M). Pada masa Humayun, Mughal dapat menggabungkan Malwa dan Gujarat kedaerah kekuasaannya. Humayun meninggal karena terjatuh dari tangga perpustakaannya. Kekuasaan diganti oleh anaknya Akbar. Akbar mempunyai pendapat yang liberal dalam agama. Ia ingin menyatukan semua agama dalam bentuk agama baru yang diberi nama Din Ilahi. Akbar juga menerapkan politik Salakhul (toleransi Universal), sehingga semua agama rakyat menurut pandangannya sama, tidak dibedakan antara etnis dan agama. Pada zaman Akbar inilah kerajaan Mughal mencapai puncak kejayaan.

2. Perkembangan Peradaban Kerajaan Mughal di India
Sama dengan kerajaan-kerajaan lain. Kerajaan Mughal juga memiliki peradaban yang tinggi. Hal ini nampak dari lajunya kemajuan yang dicapai oleh kerajaan Mughal, baik dari segi pemerintahan, ilmu pengetahuan, arsitektur maupun agama.
a. Perkembangan dibidang Pemerintahan.
Menurut Hoyland, sebagaimana dikutip oleh Arbiyah Lubis dalam bukunya Islam di Abad Pertengahan “ Kekuatan Politik Islam Pasca Jatuhnya Baghdad,” bentuk pemerintahan Mughal di India adalah Monarki Absolut, dimana Hukum tertulis (undang-undang) tidak ada, kehendak rajalah yang merupakan keputusan hukum tertinggi. Babar sendiri menyebut dirinya sebagai Padisyah, yang berarti dia bukan Kepala Negara yang Demokratik, tetapi raja yang berdaulat dan otoraktis.[26]
Pada masa pemerintahan Akbar, ia menerapkan Sulakhul (toleransi universal). Politik ini mengandung ajaran ajaran bahwa semua rakyat India sama kedudukannya. Tidak ada perbedaan etnis maupun agama. Lebih lanjut lagi akbar ingin menyatukan semua agama menjadi agama yang baru yang disebut Din Ilahi. Ia dinobat sebagai Mujtahid Mutlak. Secara umum politik ini berhasil menciptakan kerukunan masyarakat India yang sangat beragam suku dan kenyakinan.[27]
b. Perkembangan dibidang Ilmu Pengetahuan.
Sebelum kerajaan Mughal muncul, pendidikan kurang mendapat perhatian di India.  Pendidikan mendapat perhatian besar ketika kerjaan Mughal berdiri di India. Kerajaan Mughal sangat mendorong pendidikan rakyatnya, raja sering menghadiahkan tanah dan uang kepada mesjid-mesjid, setiap mesjid harus mempunyai sekolah rendah.[28]
Di masa pemerintahan Jahangir, dibuat peraturan yang mengatakan: apabila seorang kaya atau musafir meninggal dunia, dan tidak mempunyai ahli waris, maka hartanya jatuh ketangan Raja untuk digunakan mendirikan sekolah baru dan memperbaiki sekolah yang rusak. Pada masa pemerintahan Syah Jahan didirikan perguruan tinggi di Delhi. Selanjutnya perguruan tinggi terus didirikan pada pemerintahan Aurangzib.[29]
Di masa kerajaan Mughal juga muncul sejumlah penyair seperti Urfi, Naziri, Zunuri. Mereka menduduki posisi-posisi tinggi dalam sejara puisi India. Puisi-puisi karya mereka bukan saja memiliki karakter tersendiri, tetapi juga mengandung falsafah hidup. Salah seorang penyair sufi alegoris Hindu dekade pertama Mughal adalah Malik Muhammad Jaisi. Sementara itu penyair lain yang hidup pada masa Jahangir adalah Tulib Amuli.[30]
c. Perkembangan dibidang Pembagunan dan Seni Arsitektur
Bidang karya seni merupakan yang paling menonjol pada kerajaan ini. Sejumlah bangunan peninggalan Mughal masih bisa dilihat sampai sekarang. Seperti Istana Fatfur, Sikri, Villa, dan sejumlah mesjid indah yang di bangun oleh Akbar, mesjid berlapiskan mutiara dan Tajmahal di agra yang dibangun oleh Syah Jenan, Mesjid Agung Delhi dan Istana di Lahore.[31]
Ciri yang menonjol dari arsitektur Mughal adalah pemakaian ukiran dan marmer yang timbul dengan kombinasi warna-warni. Bangunan yang menunjukkan ciri ini antara lain Lah Qellah (benteng merah), istana-istana makam kerajaan, dan yang paling menonjol adalah Tajmahal.
d. Perkembangan dalam Bidang Agama
Keagamaan di kerajaan Mughal cukup menarik. Pada masa Akbar, perkembangan agama di kerajaan Mughal mencapai suatu fase yang menarik, dimana pada masa itu Akbar memproklamasikan sebuah cara baru dalam beragama, yaitu konsep Din Ilahi.[32]
Karena aliran ini Akbar mendapat kritik dari berbagai lapisan umat Islam. Bahkan Akbar dituduh membuat agama baru. Pada Prakteknya, Din Ilahi bukan sebua ajaran tentang agama Islam. Namun konsepsi itu merupakan upaya mempersatukan umat-umat beragama di India. Sayangnya konsepsi itu mengesankan kegilaan Akbar terhadap kekuasaan dengan symbol-simbol agama yang dikedepankan.

3. Kemunduran Kerajaan Mughal di India
Kehidupan seperti roda berputar, kadang di atas kadang di bawah. Demikian pula halnya Dinasti Islam Mughal di India. Sebagaimana dinasti-dinasti Islam lainnya, dinasti ini pun mengalami siklus: berdiri, berkembang, mencapai puncak, mengalami kemunduran, lalu hancur. Itulah siklus peradaban seperti yang dikemukakan Ibnu Khaldun, sejarawan Muslim terkemuka melalui teori Ashabiyah-nya.
Sepeninggalan Aurangzeb pada 1707 M, kesultanan mughal mulai menunjukkan tanda-tanda kemunduran karena generasi pemimpin selanjutanya sangat lemah. Kemunduran ini ditandai dengan konflik dikalangan keluarga kerajaan, yang intinya adalah saling berebut kekuasaan. Keturunan Babur hampir semuanya memiliki watak yang keras dan ambisius, sebagaimana nenek moyang mereka yaitu Timur Lenk yang juga memiliki sifat demikian.Ketika Jehangir menggantikan Abbas I, ia mendapat tentangan dari saudaranya, Khusraw yang juga ingin tampil sebagai penguasa Mughal. Lalu saat Syah Jihan menggantikan Jehangir, giliran ibu tiri beliau yang menentang karena ingin anaknya yaitu Khurram, menggantikan Jehangir. Begitu pun saat Syah Jihan mulai mendekati ajalnya, anak-anak Syah Jihan diantaranya Aurangzeb, Dara siqah, Shujah, dan Murad Bakhs saling berebut kekuasaan hingga menyebabkan perang saudara yang berkepanjangan.
Faktor lainnya yang sangat berpengaruh adalah serangan dari kerajaan atau kekuatan luar. Serangan ini mulanya dilakukan oleh kerajaan Safawi di persia yang memperebutkan wilayah Qandahar. Pada 1622 M, daerah ini berhasil dikuasai oleh Safawi. Pada 1739 M, Nadir Syah dari Safawi menyerbu Mughal dengan alasan bahwa Mughal tidak mau menerima duta bangsa yang dikirim olehnya. Lalu disusul ketegangan dengan Afganistan pada masa pemerintahan Muhammad Syah, kerajaan Mughal mendapat serangan dari suku afgan yang dipimpin oleh Ahmad Syah. Pada 1748 Ahmad Syah berhasil menguasai Lahore.
Pemberontakan Hindu juga turut memperkeruh suasana. Hindu yang merupakan mayoritas di sana, tidak senang menjadi warga kelas dua dibandingkan islam yang menjadi warga kelas satu padahal jumlahnya minoritas.Wajah Islam di India pada masa Aurangzeb tampak lebih dominan. Dia berusaha mengangkat kembali citra Islam yang tampak “redup” beberapa dasawarsa sebelumnya. Ia giat mengembalikan kemurnian Islam. Usaha ini patut dihargai. Sebab, dari sini terlihat kecintaan seorang Aurangzeb terhadap Islam. Namun, perlu diingat, Islam adalah agama yang mensponsori perdamaian, tanpa paksaan, dan tidak mentolelir berbagai tindak kekerasan terhadap pemeluk agama lain. Memurnikan ajaran Islam dengan merusak tempat ibadah agama lain, bukanlah pesan Islam.
Kebijakan Aurangzeb untuk menghancurkan kuil-kuil Hindu, meletakkan arca di jalan-jalan agar selalu diinjak tampaknya menjadi sebuah kekeliruan. Hal ini menyebabkan terjadinya pemberontakan hebat dari kalangan Hindu. Pada 1739 M Hal ini membuat repot kerajaan Mughal terlebih disaat yang hampir bersamaan muncul pula tekanan dari Inggris.
Keruntuhan Mughal juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, dimana kemunduran politik negeri ini sangat menguntungkan bangsa-bangsa barat untuk menguasai jalur perdagangan. Persaingan diantara mereka akhirnya dimenangi oleh Inggris yang kemudian untuk memperkuat pengaruhnya, mendirikan EIC (East India Company). Dengan mendatangkan pasukan kerajaan Inggris untuk mengamankan dan mestabilkan wilayahnya. 
Menyadari kekuatan Mughal semakin menurun, maka Syah Alam membuat perjanjian dengan Inggris, dimana ia menyerahkan Oudh, Bengal dan Orisa kepada inggris. Monopoli Inggris yang sangat otoriter dan cenderung keras membuat rakyat Mughal yang muslim maupun Hindu, bersama-sama mengadakan pemberontakan. Akan tetapi dapat dikalahkan. Walaupun dalam serangan itu pasukan Hindu yang memulainya, akan tetapi Inggris melihat umat islam dan Bahadur Syah II, ikut campur dalam penyerangan itu. Maka sebagai hukumannya, Inggris memporak-porandakan wilayah Mughal dengan kekuatan senjatanya yang selangkah lebih maju dibandingkan pasukan Mughal dan Hindu. Masjid dan Candi menjadi sasaran penghancuran. Bahadur sendiri di usir dari istana pada 1858 M, maka sejak saat itu berakhirlah kekuasaan kerajaan Mughal di India dan digantikan oleh imperialisme Inggris.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa kemunduran kerajaan Mughal disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
a.    Para pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orang-orang yang lemah dalam bidang kepemimpinan yakni pasca kepemimpinan Jahangir Aurangzeb.
b.    Kemerosotan moral dan hidup mewah dikalangan elite politik.
c.     Konflik internal kerajaan yakni perang saudara yang berkepanjangan dalam memperebutkan kekuasaan.
  1. Konflik – konlfik yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintah daerah satu persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat.
  2. Pemberontakan oleh masyarakat Hindu akibat ketidakadilan penguasa.
  3. Persaingan ekonomi dengan pihak asing terutama bangsa Barat yakni Inggris.






DAFTAR PUSTAKA



Ahmad Fadlali, dkk, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Pustaka Asatruss, 2004.

Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam “Melacak Akar-Akar sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam,” Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Arbiyah lubis, Islam di Abad Pertengahan “Kekuatan Politik Islam Pasca Jatuhnya Bagdad.” Banda Aceh: Yayasan Pena, 2008.

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, cet. XV, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

Departemen pendidikan dan kebudayaan, Ensiklopedia Islam, cet. IV, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.

Fuadi Imam, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Teras, 2012.

Munawiyah, dkk, Sejarah Peradaban Islam, Banda Aceh: PSW IAIN Ar-Raniry, 2009.

Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik “Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam,” Jakarta: Kencana, 2011.

Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, cet. II, Jakarta: Amzah, 2010.

Siti Mariam, dkk, Sejarah peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern, Yogyakarta: Lesfi, 2003.


[1]Oleh Baihaqi  M.Hasan

[2]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, cet. XV, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal.129. 
[3]Munawiyah, dkk, Sejarah Peradaban Islam, (Banda Aceh: PSW IAIN Ar-Raniry, 2009), hal.176.

[4] Badri Yatim, Sejarah…”, hal. 136.
[5]Badri Yatim, Sejarah…”, hal.134
[6] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik “Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam,” (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 246.

[7] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam “Melacak Akar-Akar sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam,” (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 187-188.

[8]Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban…,” hal. 188.

[9] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, cet. II, (Jakarta: Amzah, 2010), hal.203.

[10]Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam…,” hlm. 249-250.

[11]Munawiyah, Sejarah…”, hal. 20.
[12]Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban…,” hal. 181.

[13]Munawiyah, Sejarah…”, hal. 18.

[14]Munawiyah, Sejarah…”, hal 179.
[15]Arbiyah lubis, Islam di Abad Pertengahan “Kekuatan Politik Islam Pasca Jatuhnya Bagdad.” (Banda Aceh: Yayasan Pena, 2008), hal. 101.

[16]Arbiyah lubis, Islam di Abad…”, hal. 101-104.
[17]Munawiyah, Sejarah…”, hal.  179-181.

[18]Ahmad Fadlali, dkk, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2004), hal.155.

[19] Ahmad Fadlali, Sejarah…,” hal.155.

[20]Arbiyah lubis, Islam di Abad…”, hal. 133.

[21]Ahmad Fadlali, Sejarah…,” hal. 155-156.

[22]Arbiyah lubis, Islam di Abad…”, hal. 131-132.
[23]Arbiyah lubis, Islam di Abad…”, hal. 136-138.

[24]Arbiyah lubis, Islam di Abad…”, hal.140.

[25]Siti Mariam, dkk, Sejarah peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern, (Yogyakarta: Lesfi, 2003), hal. 196.

[26]Arbiyah lubis, Islam di Abad…”, hal. 164.

[27]Ahmad Fadlali, Sejarah…,” hal. 155-156.

[28]Arbiyah Lubis, Islam di Abad…”, hal. 166.

[29]Arbiyah Lubis, Islam di Abad…”, hal. 166.

[30]Fuadi Imam, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), hal. 85.

[31]Ahmad Fadlali, Sejarah…,” hal. 164.

[32]Departemen pendidikan dan kebudayaan, Ensiklopedia Islam, cet. IV, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), hal. 211.
Next
This is the most recent post.
Older Post